Kasus Slot Dana di Palu memasuki babak baru setelah terungkap sejumlah fakta mengejutkan dalam persidangan pekan ini. Salah satu elemen paling mencolok adalah kesaksian dari seorang anak di bawah umur yang menjadi saksi kunci dalam perkara tersebut. Kasus ini tidak hanya menyingkap praktik penyalahgunaan sistem keuangan elektronik, tetapi juga menguji kembali perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan.

Berikut lima fakta utama yang berhasil terungkap:

1. Akses Ilegal ke Sistem Slot Dana
Terdakwa utama diketahui memanipulasi sistem Slot Dana melalui perangkat tidak resmi. Aktivitasnya melanggar asas integritas data elektronik sebagaimana tercermin dalam prinsip keadilan yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yakni hak atas perlindungan hukum yang adil dan setara.

2. Anak Menyaksikan Proses Manipulasi
Putra terdakwa, yang masih berusia 11 tahun, secara tidak sengaja menjadi saksi visual ketika ayahnya melakukan aktivitas terlarang di perangkat rumah. Kesaksian anak ini menjadi perhatian khusus, mengingat usianya yang masih rentan secara psikologis dan hukum.

3. Potensi Pelanggaran Hak Anak
Kehadiran anak dalam proses hukum memunculkan kekhawatiran terhadap pelanggaran Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menjamin perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi, termasuk dalam situasi hukum.

4. Penanganan Saksi Anak Tanpa Pendamping Profesional
Dalam persidangan awal, anak memberikan keterangan tanpa pendamping psikolog atau kuasa hukum anak, yang bertentangan dengan prinsip perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana.

5. Reaksi Masyarakat Sipil
Lembaga perlindungan anak daerah Palu mengecam keterlibatan anak dalam kasus ini tanpa pendekatan yang ramah anak. Mereka mendesak pengadilan dan aparat penegak hukum agar lebih sensitif dalam menangani saksi di bawah umur.

Kasus ini menjadi pengingat kuat bahwa dalam penegakan hukum digital, hak anak harus tetap dilindungi secara utuh sesuai amanat konstitusi.